Ketika kita mendengarkan kata buto, pasti di dalam pikiran kita akan mengimajinasikan buto ini sebagai sosok raksasa yang menyeramkan seperti di film-film yang ada. Balung sendiri merupakan bahasa Jawa yang berarti tulang, sehingga balung buto berarti tulang raksasa.
Istilah balung buto dulu muncul
di wilayah-wilayah ditemukannya manusia purba, seperti Sangiran yang terletak
di kaki Gunung Lawu. Oleh masyarakat Jawa balung buto diyakini memiliki
kekuatan magis, apalagi sebelum kedatangan von Koenigswald yang merupakan seorang
ahli paleontologi pada awal 1930-an. Pada masa itu masyarakat hanya mengenal
fosil-fosil yang ditemukan di lingkungan alam sekitar mereka sebagai balung
buto yang mereka gunakan sebagai sarana penyembuhan berbagai penyakit,
pelindung diri atau jimat, nilai magis balung buto dipercaya dapat
membantu ibu-ibu yang susah melahirkan. OIeh karena itu, tidak heran bila pada
kurun waktu 1930-an, balung buto yang bermunculan di tepi sungai dan di
lereng perbukitan jarang diganggu oleh penduduk setempat.
Cerita yang dipercayai masyarakat
balung buto merupakan tulang raksasa pada masa lampau. Diceritakan bahwa
dulu di kawasan Sangiranpernah terjadi perang besar, dan dalam pertempuran
tersebut banyak raksasa yang gugur dan terkubur di wilayah tersebut. Dalam
penggunaan balung buto sebagai sarana penyembuhan penyakit dilakukan
dengan cara merendamnya di dalam air dan airnya diminumkan ke pasien, atau bisa
juga dengan cara balung buto direbus dan ditumbuk lalu diminumkan ke
pasien. Pengobatan bisa dilakukan sendiri atau dengan bantuan dukun pada masa
itu. Apabila penyakit yang diderita berat maka masyarakat desa langsung berobat
ke dukun.
von Koenigswald |
Dalam upaya mengumpulkan fosil,
von Koenigswald meminta bantuan penduduk. Sebagai imbalan atas keterlibatan penduduk,
von Koenigswald menerapkan sistem upah berupa uang bagi penduduk yang menemukan
setiap fosil. Besaran upah cukup beragam, bergantung pada jenis fosil dan
kelangkaannya. Masyarakat pun mulai sadar, benda yang dahulu mereka sebut balung
buto ternyata memiliki nilai tukar cukup menjanjikan. von Koeningswald pun
juga berhasil mengubah presepsi masyarakat bahwa balung buto adalah
fosil yang merupakan sisa-sisa kehidupan masa lampau. Hingga akhirnya saat ini
fosil dipandang sebagai data ilmu pengetahuan untuk mengungkap kehidupan
manusia pada masa lampau.
Sumber: kebudayaanindonesia.net, Sejarah Indonesia Intan Pariwara
Foto: google.com, wikipedia.org
0 komentar :
Posting Komentar